Minggu, 13 Agustus 2017

Secret admire

Suasana senja dengan hamparan sang  ufuk yang makin memerah di salah satu sudut kota,  menciptakan kesyahduan di benak para pemburu deru kehidupan.  Peluh serta dahaga mulai merayap merasuki ragaku tanpa permisi.  Bermesraan dengan mesin percetakan selama hampir 9 jam tanpa kusadari membuat tubuhku kehilangan pancaran sinar ketampanan yang dianugerahkan Sang Pencipta padaku.

Aku yang sedang melekatkan punggung jenjang kurusku ke bantal beton  berwarna putih tepat di samping etalase kaca dengan tatanan perlengkapan sekolahnya.  Padatnya lalu lalang sang mesin pengejar mimpi  membuatku terbuai dalam lamunan imaji. 

Klik.. Klik... Klik.....
Suara jentikan jari lentik tepat di depan kedua bola  mataku yang sontak membuyarkan imajiku yang sedang melalang Buana di hamparan Padang pasir panas tanpa oase. 

" mas bro,  buruan help me! Ini di fotokopi jadi 30 lembar dan dijadikan satu buku ya.  Gak pakai lama. " suara ketus namun penuh keriangan yang terpantul dalam gendang telingaku. 

" oh, anak pak RT! gangguin orang lagi melamun saja! "
" Lagian,  manis-manis gini jutek amat ngomongnya. " sahutku sambil beranjak menyahut kertas yang diberikan gadis manis berambut copper blonde ala artis korea itu. 

" Sapa yang jutek?  Ngapain pula aku musti manja dan berbicara manis disini.  Pacar bukan?  Selingkuhan apalagi? Males banget! " ucapnya dengan gaya cuek namun membuatku makin penasaran.
" Loh, pripun mbak iki.  Apa aku ajak bapak ibuku main ke rumah mbak? " tukasku sambil senyum malu. 

Candaan diantara aku dan Maria tak terhenti hingga kuselesaikan semua pekerjaan yang ada.  Tak jarang aku mengakhirkan pesanan dia agar bisa bercanda dan bisa mendekati dia.  Maria adalah gadis cantik dengan perawakan bak seorang model,  caranya berjalan seolah melihat Putri kecantikan melintas diatas catwalk  . Senyum riang yang selalu ditampakkan sungguh mampu menghipnotis pria yang berpapasan dengannya .

Bahkan tak jarang kulihat dia digoda oleh customer di percetakan tempatku bekerja. Namun keramahannya tetap membuatku sulit merengkuhnya.  Sosoknya yang ramah namun cukup cuek membuat siapapun harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan sedikit saja perhatiannya. Rayuan gombal sekelas candaan Denny cagur,  Andre stinky atau raffi Ahmad pun tak membuatnya tersentuh. 

Pernah sesekali kulontarkan rayuan tersebut malah membuatku malu sendiri.
" Bapak kamu pelukis yach? " keusilanku kala ingin menggodanya.
" hallah....Basi.... Pasti jawabnya karena kamu telah melukis hatiku dengan Taman cintamu. " sahutnya sambil senyum nyiyir.

Aku pun memutar otak agar itu  tampak nyata.
" kali ini serius  kok.  Bapak kamu ketua Rt kan? " tanya sambil memotong sisa jilidan buku yang kurang rapi.
".  Nah ini nih,  aku penasaran lanjutnya. Tapi paling mau dijawab : Terus gue musti bilang wow gitu. " sahutnya sambil tersenyum namun sedikit memalingkan wajahnya karena tersipu malu. 

" Enggaklah.  Mau bilang karena kamu sudah menyetempel hatiku. " kuucapkan tepat didepan matanya dengan jarak yang terpisah oleh etalase kaca Selebar 60cm.
" hahahahahhaha.... Ini nih baru asyik,  realistis. " reaksinya kala mendengar ucapanku. 

Sambil tak henti hentinya dia tertawa lepas,  kutatap dia yang berlalu pergi meninggalkanku setelah kuserahkan pesanannya. 
Itu adalah tawa lepas yang terpancar dari sorot matanya selama 1 tahun terakhir aku melihatnya. Aku tak tahu kenapa dia memendam rasa sedih,  meski fia selalu tersenyum ramah dan ekspresi riang.  Akan nampak sorot mata kesedihan yang mendalam bila diamati lebih detil. Lebih tepatnya satu tahun lalu aku melihatnya dan saat dia ada keperluan di tempatku bekerja tak jarang kulihat dia sering melamun.  Sejak hari itu , aku berusaha mengajak dia ngobrol dan bercanda sembari menanti pesanannya selesai. 

Meski sudah tak terpaku lagi dan bisa bersosialisasi namun masih tersisa kesedihan yang tak pernah dia ungkapkan.  Aku pun penasaran dan bertanya ke rekan dan bosku yang ornag asli situ.  Dan kuketahui bahwa dia baru pulang dari kerja diluar kota sehingga mungkin terasa asing dengan kampungnya sendiri dan sepertinya hatinya telah dihancurkan oleh seseorang saat dia berada di luar kota. 

Suatu hari kuberanikan diri untuk datang kerumahnya,  bangunan kokoh sepanjang 10 meter membentang di tepi jalan dengan tinggi pagar besi sepanjang 3x3 meter membuatku sedikit goyah dan merinding.  Siapalah diri ini yang sebatas karyawan di sebuah tempat percetakan kecil di sudut kota pendidikan yang dipenuh ribuan mahasiswa yang mengejar gelar. 

Namun rasa yang sudah merasukiku selama 1 tahun membuatku tak gentar sedikitpun.  Kujejalkan langkah di setiap anak tangga menuju rumahnya yang memang sedikit lebih tinggi 1 meter diatas jalan Raya.
" Ting tung..... Assalamualaikum " suara bel otomatis yang menggunakan sensor gerak itu mengagetkan jantungku yang sedang berdegup karena ketakutan dan kenervous-an serta kebingungan atas tindakan apa yang musti kulakukan berikutnya.
muncullah gadis putih dengan rambut bob layer sebahu dari dalam toko .

" Tumben kesini,  cari apa? " tanya gadis berkaos putih dengan rok polka dot yang membuatnya nampak sangat anggun.
" Ehm,... Ini... Ehm.... Apa ya?  " tiba tiba  aku nge-blank tak tahu harus berkata apa. Mungkin karena terpseona aura kecantikan yang jarang kulihat.  Maria tak pernah berhias kala menemuiku,  maksudnya kala datang ke tempat kerjaku.  Namun kala dia sedang berjaga di toko mamanya waktu itu,  kulihat dia sedikit berhias dengan bedak tipis yang menutupi kulit sawo matangnya serta pulasan warna pink lembut di kedua pipi tirusnya makin membuatnya begitu menawan. Serta polesan lipstik pink soft yang membuatnya makin segar namun tak terlihat norak. 

" Hellow... Ditanya malah grogi.  Gak perlu terpesona okeh kecantikan miss Maria desviana yang menawan ini! " candanya sambil tersenyum usil namun justru membuatku terpaku. 

Tiba - tiba mami maria keluar dengan membawa sekotak besar barang-barang dagangan yang harus ditata di etalase.  Melihat mamanya duduk di toko sambil asyik menata barang,  tentu saja maria pun turut membantunya. 

Akupun menjadi kelu dan bingung harus mengucap apa. Akupun terlupa tujuan awalku adalah datang untuk bertemu Maria dan mengajaknya sekedar makan  di warung atau cafe deket rumah. Berkali kali aku ditanya Maria ada keperluan apa,  aku hanya terdiam dan bilang sebentar.  Masih lupa  Hingga datanglah pangeran penolongku,  teman sekerjaku yang kebetulan ada keperluan membeli pita kain ke tokonya datang.  

" Mbak cantik,  punya pita kain warna kuning buat tali pembatas buku skripsi gak? " tanya rudy temenku.
" oh iya,  ada mas.  Butuh berapa meter atau satu rol sekalian? " sahut gadis pujaanku dengan senyum ramahnya. 

" Satu rol sekalian aja mbak. " jawab temen ku yang berambut keriwul itu singkat.
" Ji,  kamu tadi cari apa?  Belum  diladenin ta sama anakku? " sapa ibu bertubuh tinggi putih  dengan hijab besarnya ala mama dede di acara talkshow.
Kaget dan kebingungan atas sapaan mama Maria sekaligus pemilik toko serba ada didekat tempat kerjaku. Aku pun langsung menyapa dia dan berusaha keluar dari suasana kikuk tersebut. 

" Rud,  kelamaan nungguin aku ya.  Sampai dijemput gini. Hehehhe.  Maaf yach kalau lama belikan pesanan si bos tadi.  Habisnya diajak bercanda sama Mbak Maria. " sahutku sambil menepuk pundaknya dan mengerling padanya pertanda agar ia mengiyakan ucapanku. 

" Oh gak apa -apa. Cuman tadi keburu ditunggu customer nya,  udah mau diambil laporan skripsinya. "
" oalah gimana sih maria itu,  aji minta pita daritadi kok gak diladeni malah sibuk ngobrol dan bantuin mamanya.  Maaf ya nak aji. " sahut ibu RT yang cukup tegas itu.
" nggak apa-apa bunda. Sudah biasa kok,  lagian juga gak diburu amat,  iya kan rud.... ?" Sambil kuinjak kakinya. 

" Aauuuwww.... Ehmmm.. Iya bu. " teriak rudy sedikit kesakitan.
" 5000 mas. " ucap maria singkat sambil menyodorkan pitanya.
" Mas Aji tadi jadinya apa?  " tanya maria singkat.
" ga jadi,  tadinya kesini karena disuruh beli pita tapi lupa dan sudah dibeli ama mas rudy nih.sudah ya mbak maria,  BU Rt,  kami pamit  yach. Makasih" terangku sambil menarik bahu rudy agar segera beranjak dari toserba itu. 

Rencanaku untuk mengajak Maria keluar pun gagal karena ketakutan ku yang berlebihan,  meski setelah kejadian itu aku menjadi bulan-bulanan rudy dan temen- temen lain di tempat percetakan seluas 4x10 meter itu.
Hingga detik ini,  aku masih menjadi pengagum rahasia dari nona manis yang usianya 3 tahun diatasku namun memiliki paras seimut ABG.

Selama 2 tahun aku hanya mampu menggoda dan bercanda dengannya tanpa berani serius mengucapkan perasaan terdalamku.  Kala aku benar-benar merindukannya namun dia tak ada keperluan ditempat kerjaku atau aku tak memiliki keperluan di tokonya,  maka hanya sebait kata rindu tak tersampaikan yang mampu kutorehkan diatas kertas putih. 

Wahai Gadis Pirang bermata sipit
Senyum riangmu sudah tertoreh dalam dinding hatiku
Paras anggunmu telah terbingkai rapi dalam imajiku
Suara gelak tawa khas mu sudah melekat di gendang telingaku

Bersanding denganmu dalam suatu senja Adalah impian terbesarku
Duduk bersama di hamparan pasir menatap sang Mentari yang mulai tertunduk malu

Mampukah imaji itu terwujud? 
Haruskah kulalui hari hanya dengan melihatmu dari jauh
Tak bisakah kutatap senyum indahmu live hanya berdua

Tak bisakah candaan kita menjadi ikatan serius? 
Relung jiwaku menggema kala mendengar suara merdumu
Nada falsku ingin kudendangkan tuk membuaimu dalam mimpi

Wahai kekasih pujaan
Ku kan selalu mengagumi dalam kejauhan
Sepanjang usiaku... 
Sepanjang nafasku

Salam sayang dariku 
Aji

2 komentar:

Ditunggu kritik sarannya yach kak!

Review foundation budget 150k

Hai blogger readers, Aku bukan seorang beauty blogger profesional, namun cukup mencintai dunia makeup sebatas hobby dan kebutuhan haria...